Kamis, 22 November 2007

Lagu Malaysia

  Negara tetangga, Malaysia, kembali kena 'hujat'. Kali ini soal tarian dan lagu Indang Sungai Garinggiang. Tarian dan lagu asal Sumatera Barat itu diam-diam dibawakan kontingen Malaysia dalam acara Festival Asia 2007 di Osaka, Jepang, pertengahan Oktober lalu.
  Hal ini tentu saja membuat geram sebagian warga kita. Bahkan, Konsulat Jenderal RI di Osaka, sampai melayangkan protes kepada Direktur Malaysian Tourism Office di sana. Selain itu, boleh jadi karena merasa hal ini sudah merupakan masalah besar, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan pejabat di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta Deplu RI di Jakarta. Juga Kuasa Usaha ad interim KBRI di Kuala Lumpur.
 Sebelumnya kita juga memprotes Malaysia soal lagu Rasa Sayange yang sejak Oktober 2007 digunakan Departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan obyek wisata negaranya. Bangsa kita kian terperangah lagi ketika dalam pemberangkatan astronoutnya ke ruang angkasa, pekan lalu, Malaysia memberikan tema keberangkatan itu dengan Batik in Space. Padahal, selama ini orang tahu batik berasal dari Jawa.
Soal protes kita masalah tarian dan lagu Indang Sungai Garinggiang, pemerintah Malaysia memang belum memberikan respon. Namun, untuk lagu Rasa Sayange yang kita klaim sebagai lagu daerah dari Maluku, Menteri Pariwisata Malaysia, Adnan Tengku Mansor, dengan enteng mengatakan itu merupakan lagu kepulauan Nusantara (Malay archipelago).
Memang, tak dapat dipungkiri, kedekatan jarak dan budaya antara Malaysia dengan Indonesia boleh dikatakan bak setipis kulit bawang. Sebagai bangsa serumpun, banyak benar kemiripan adat-istiadat, budaya, maupun pola tingkah laku di antara kedua bangsa ini. Bahkan, kalau mau jujur, bahasa Indonesia adalah berasal dari Bahasa Melayu. Dan untuk membedakan dengan etnis lainnya, seperti Cina atau India, orang Indonesia asli sering juga disebut dengan orang Melayu.
Hubungan kekerabatan antara Malaysia dan Indonesia semakin bertambah akrab lagi, karena tak sedikit pula masing-masing subsukubangsa di kedua negara ini saling merantau. Misalnya, orang Malaysia merantau ke Pesisir Pantai Timur Sumatera. Sedangkan orang Bawean, Jawa, Minang, dan sebagainya merantau ke negeri seberang itu.
Orang-orang perantauan ini, kendati telah merantau sejak zaman dahulu kala, kelihatan masih belum bisa melupakan kampung halamannya. Jadi, wajar saja jika pelbagai aktivitas adat-istiadat dan budaya di daerah asalnya masih mereka anggap sebagai miliknya juga.
Dalam acara Misi Jualan Domestik, di Melaka, akhir Juli 2007, tim kesenian dari Negeri Sembilan, Malaysia, misalnya, membawakan lagu Anak Urang dan beberapa lagu asal Sumatera Barat lainnya.
Tak dapat dipungkiri, Negeri Sembilan boleh dikatakan adalah duplikat dari Sumatera Barat. Bentuk rumahnya bagonjong, memakai sistem martiarchat, dan adat-istiadatnya memiliki kemiripan. Yang membedakan hanya karena mereka memakai bahasa Melayu, yang nyaris tak memiliki sepatah kata pun dari Bahasa Minang.
Dari contoh ini, wajar saja jika saudara-saudara kita yang berada di Malaysia itu menganggap produk-produk kebudayaan dari kepulauan Nusantara ini juga adalah milik mereka. Begitu pula sebaliknya. Seperti lagu Selamat Hari Lebaran yang kini jadi jingle iklan rokok Gudang Garam di televisi. Sejak dulu lagu tersebut sudah sering diputar di media elektronik Malaysia yang terpantau dari pesisir Sumatera Timur. Begitu pula dengan lagu-lagu gubahan P Ramlee, dan lagu tanpa nama lainnya. Tapi Malaysia tampak tak memprotes dan mengklaim lagu itu sebagai miliknya.
Pada zaman konfrontasi dengan Malaysia tempo hari, lagu kebangsaan Malaysia, Negaraku, juga diplesetkan dengan lagu Terang Bulan Terang di Kali, yang plesetannya berisi caci maki terhadap Malaysia. Nada kedua lagu ini memang mirip benar.
Sebagai bangsa serumpun, sebenarnya kita pun harus bangga masih banyak adat-istiadat, budaya, dan kesenian kita yang dipakai di Malaysia. Ini menunjukkan betapa erat sebenarnya hubungan emosional kita dengan negara tetangga tersebut. Soal lagu dan tarian Indang Sungai Garinggiang yang dibawakan orang Malaysia dalam festival di Osaka, siapa tahu mereka mewakili negara bagian Negeri Sembilan, yang merupakan kembaran dari Sumatera Barat. Begitu pula dengan lagu Rasa Sayange atau batik yang bahkan telah dipatenkan orang Malaysia sebagai milik mereka.
Justru dengan tetap memupuk semangat serumpun yang tinggi, kita juga harus berpacu cepat mengejar ketertinggalan dari saudara-saudara kita di Malaysia, yang telah menjadikan pelbagai peninggalan adat/budaya ini sebagai alat untuk maju lebih jauh ke depan.

Editorial Tribun Pekanbaru, 27 Oktober 2007

2 komentar:

mzukril mengatakan...

Saya Asli Minang, dan sekarang lagi nyari sesuap nasi di Riau. Keluarga saya-pun banyak yang sudah jadi warga negara malaysia.
Trus, apa salah kalau mereka begitu menyukai rendang? Begitu senang mendengar lagu Dindi badindin, lagu Indang Sungai Garinggiang, atau lagu minang lainnya... karena dari kecil di Tanah Minang mereka sudah di biasakan dengan hal-hal yang berbau Minang.
Dilema!
Mungkin sah2 saja kalau mereka menyanyikan lagu2 tersebut. tapi untuk kontes nyanyi yang mewakili negara, please deech....

mzukril mengatakan...

Salam kenal ya Pak Irwan...